Minggu, 24 Juni 2012

Administrasi Pembangunan


Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
1.      Ilmu Administrasi Negara
Administrasi pembangunan merupakan embrio dari administrasi negara, karena administrasi pembangunan berasal dari ilmu administrasi negara yang diperkembangkan. Awal perkembangan administrasi negara itu sendiri dimulai pada akhir abad ke 19 yang dipelopori oleh para penulis-penulis dan praktisi-praktisi administrasi pemerintahan di Amerika Serikat, seperti Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, Leonard D. White.
Ilmu administrasi negara itu sendiri memiliki pengertian yaitu proses kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari manajemen serta memililki organisasi dan sarana guna mencapai tujuan-tujuan pemerintahan. Dalam hal ini pula administrasi negara juga memiliki tugas utama yaitu merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan politik, kemudian melaksanakannya dan menyelenggarakannya (J. Wajong). Dan perlu digarisbawahi pula, bahwa administrasi negara juga memiliki peranan yang besar dalam proses penetapan/penentuan kebijaksanaan pemerintah/politik.
Dalam kaitan ilmu administrasi negara dengan ilmu politik, terdapat tiga fungsi dasar administrasi negara, yaitu sebagai berikut :
a.       Formulasi/perumusan kebijaksanaan
b.      Pengaturan/pengendalian unsur-unsur administrasi
c.       Penggunaan dinamika administrasi

2.      Perkembangan ke arah Administrasi Pembangunan
Perkembangan ini menitikberatkan pada dua hal yaitu administrasi bagi negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang mengalami perubahan (dari masyarakat tradisional agraris ke arah masyarakat maju dan mulai memperkembangkan industri). Yang kedua adalah perhatian kepada masalah interrelasi (antar-hubungan) antara administrasi sebagai ilmu maupun sebagai praktek di bidang-bidang kehidupan yang lain. Semua ini dipelopori oleh Kelompok Studi Komparatif yang terdiri dari F.W. Riggs, John D. Montgomery, Milton esman, Ralph Braibanti, William J. siffin, Edward W. Weidner dan lain-lain. Pendekatan administrasi pembangunan dewasa ini sudah tumbuh ke arah disiplin ilmu pengetahuan tersendiri dengan memperkembangkan peralatan analisa dan penyusunan berbagai model, biarpun masih jauh dari memadai. 
Kemudian dalam perkembangan studi komparatif ilmu administrasi negara, terdapat kurang lebih empat kecenderungan dasar dalam ilmu administrasi negara. Kecenderungan pertama, adalah perhatian administrasi negara terhadap masalah-masalah pelaksanaan dan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Kecenderungan kedua, adalah pendekatan behavioral. Kecenderungan ketiga, adalah pendekatan manajemen dalam administrasi negara. Kecenderungan keempat, adalah studi komparatif ilmu administrasi negara yang memberikan tekanan kepada ekologi sosial dan kultural.
Dibawah ini adalah beberapa ciri-ciri “pembedaan” antara administrasi Negara dengan administrasi pembangunan :

No
Administrasi Negara
Administrasi Pembangunan
1.
Lebih banyak terkait dengan lingkungan masyarakat negara-negara maju.
Lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan masyarakat yang berbeda-beda, terutama bagi lingkungan masyarakat negara-negara baru berkembang.
2.
Terdapat kelompok yang cenderung berpendapat turut berperannya administrasi negara dalam proses perumusan kebijaksanaan, tapi peranan itu masih kurang ditekanakan.
Mempunyai peran aktif, pengaruh (influence) & berkepentingan terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijaksanaannya maupun dalam pelaksanaannya.
3.
Lebih menekankan kepada pelaksanaan yang tertib/efisien dari unit-unit kegiatan pemerintah pada waktu ini dan berorientasi masa kini.
Berorientasi kepada usaha-usaha yang mendorong perubahan-perubahan ke arah keadaan yang dianggap lebih baik untuk suatu masyarakat dimasa depan. Jadi berorientasi pada masa depan.
4.
Lebih menekankan kepada tugas-tugas umum (rutin) dalam rangka pelayanan masyarakat dan tertib pemerintahan. Administrasi Negara lebih bersikap sebagai “balancing agent”
Lebih berorientasi kepada pelaksanaan tugas-tugas pembangunan dari pemerintah. Administrasi pembangunan lebih bersikap sebagai “development agent”
5.
Sebagai akibat dari hal yang disebutkan di atas, maka administrasi negara lebih menengok kepada kerapian aparatur administrasi itu sendiri. 
Administrasi pembangunan merupakan administrasi dari kebijaksanaan dan isi program-program pembangunan.
6.
Dalam administrasi negara seakan-akan ada kesan menempatkan administrator dalam aparatur pemerintah sekadar sebagai pelaksana.
Dalam administrasi pembangunan administrator dalam aparatur pemerintah juga bisa merupakan penggerak perubahan.
7.
Lebih berpendekatan legalistis
Lebih berpendekatan lingkungan, berorientasi pada kegiatan dan bersifat pemecahan masalah.
  
3.      Ciri, Perumusan, dan Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Ciri pokok yang pertama, adalah orientasi kepada usaha-usaha ke arah perubahan-perubahan keadaan yang dianggap lebih baik. Bahkan administrasi pembangunan dimaksudkan untuk membantu dan mendorong ke arah perubahan-perubahan besar (basic changes) di bebagai kegiatan/bidang kehidupan yang saling berkaitan dan akan memberikan hasil akhir terdapatnya proses pembangunan. Ciri pokok yang kedua pendekatan administrasi pembangunan adalah bahwa perbaikan dan penyempurnaan administrasi dikaitkan dengan aspek perkembangan di bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
Perumusan administrasi pembangunan itu sendiri dirumuskan oleh Siagian, ia merumuskan bahwa administrasi pembangunan sebagai :
Administrasi pembangunan adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari pada rangkaian kegiatan yang bersifat pertumbuhan dan perubahan yang berencana menuju modernitas dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam rangka pembangunan negara (nation-building).
Ruang lingkup administrasi pembangunan yaitu :
Pertama, ruang lingkup administrasi pembangunan mempunyai dua fungsi yaitu penyusunan kebijaksanaan penyempurnaan administrasi negara. Dalam hal ini usaha penyempurnaan organisasi, pembinaan lembaga yang diperlukan, kepegawaian, tata kerja dan pengurusan sarana-sarana administrasi lainnya (the development of administration). Fungsi lainnya adalah merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program pembangunan serta pelaksanaannya secara efektif (the administration of development). Kedua, administrasi untuk pembangunan ini dapat pula dibagi dalam dua sub fungsi. Pertama adalah perumusan kebijaksanaan pembangunan dan yang kedua adalah pelaksanaannya secara efektif.
Jadi dari uraian diatas, saya menarik kesimpulan bahwa secara garis besar yang menjadi ruang lingkup administrasi pembangunan adalah pertama, penyempurnaan administrasi negara (The Development Administration) dan kedua, penyempurnaan administrasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (The Administration of Development)

4.      Peranan dan Fungsi Pemerintah dalam Pembangunan Berencana
Perencanaan serta fungsi pemerintah terhadap perkembangan masyarakat tergantung oleh beberapa hal. Yang pertama adalah filsafah hidup kemasyarakatan dan filsafah politik masyarakat tersebut. Dimana ada negara yang memberikan kebebasan yang cukup besar pada masyarakatnya sehingga pemerintah tidak banyak turut campur tangan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat itu sendiri dan ada juga negara yang banyak melakukan campur tangan dalam kegiatan masyarakatnya sehingga kebebasannya masyarakat untuk mandiri sangatlah kecil. Sehingga saya menarik kesimpulan bahwa peranan serta fungsi pokok pemerintah dalam pembangunan berencana yaitu sebagai stabilisator dan pengawas terhadap pembangunan yang pada akhirnya akan berguna untuk kesejahteraan (sosial-ekonomi) masyarakat. Sedangkan mengenai peranan serta fungsi pemerintah dalam pembangunan nasional di Indonesia, telah dijelaskan dalam UUD 1945, yang berbunyi : “…..untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tupah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…..”


Administrasi Bagi Pembangunan Nasional
1.      Pembangunan Nasional secara Berkala
Dalam hal ini, hal yang menjadi pokok adalah suatu usaha perubahan dan pembangunan dari suatu keadaan dan kondisi kemasyarakatan tertentu kepada suatu keadaan dan kondisi kemasyarakatan yang dianggap lebih baik (lebih diinginkan). Yang mana secara historis masyarakat bangsa-bangsa yang diklasifikasi menjadi tiga, yaitu masyarakat yang masih bersifat tradisional, masyarakat yang bersifat peralihan, dan masyarakat maju. Dari semua variasi masyarakat tersebut, maka pembangunan haruslah bisa memperhatikan dan menyesuaikan antara masyarakat dengan wilayah-wilayah kehidupan dalam masyarakat tersebut atau bersifat adaptabel terhadap keadaan dan kondisi masyarakat tertentu.
Pembangunan nasional haruslah balance dan komperhensif. Pembangunan tersebut dapat dilakukan baik dari segi ekonomi, sosial, dan segi lainnya. Dan salah satu segi lain yang penting dalam proses pembangunan nasional adalah terselenggaranya perubahan-perubahan tersebut dalam keadaan yang stabil dinamis. Selain daripada itu, hal lain yang memberikan pengaruh terhadap usaha pembangunan suatu bangsa yaitu posisi politik, hubungan ekonomi, dan pengaruh antar negara. Pembangunan nasional secara berencana dapat dilihat dalam tingkat-tingkat tindakan yang dilaksanakan dalam proses politik dan proses administrasi. Tingkat-tingkat kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus dan merupakan suatu proses, yaitu :
a.       Adanya keinginan-keinginan dasar di dalam masyarakat yang menuntut pemuasan. Sumber-sumber dari keinginan-keinginan ini adalah kebutuhan dasar yang dirasakan dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang memang diperlukan karena kondisi obyektif. Ada pula yang berpendapat bahwa dalam diri manusia itu sendiri terdapat keinginan untuk meningkatkan kwalitas hidupnya.
b.      Perumusan konsiliasi pada keinginan-keinginan dasar masyarakat akan kepuasan dilakukan dalam proses politik dan dituangkan dalam bentuk keputusan-keputusan politik mengenai kehendak-kehendak negara.
c.       Perumusan dasar-dasar hukum bagi pelaksanaan keputusan politik tersebut terdahulu. Hal ini dimaksudkan supaya kegiatan-kegiatan lanjutan tetap dilaksanakan berdasar kerangka hukum yang ada (legal context).
d.      Perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program pemerintah dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan di dalam keputusan politik.
e.       Penyusunan program-program kerja, sistem dan mekanisme pelaksanaan.
f.       Tingkat implementasi. Dalam tingkat ini dimaksudkan untuk merealisir pencapaian tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dalam rencana atau kebijaksanaan dan program-program pemerintah yang konsisten berdasar keputusan-keputusan politik.
g.      Penilaian dari pada pelaksanaan maupun dari hasil-hasil yang dicapai.

2.      Perencanaan dan Administrasi Pembangunan
Dalam adminstrasi pembangunan, hal yang perlu kita perhatikan adalah perencanaan. Perencanaan pembangunan yang baik akan sangat membantu suatu pembangunan berencana. Dan untuk lebih memungkinkan berhasilnya rencana tersebut, perlu terdapat hubungan yang erat antara perencanaan, pembangunan, dengan penyempurnaan administrasi negara. Dalam administrasi pembangunan maka perencanaan merupakan awal mula dari suatu proses administrasi. Rencana itu sendiri adalah design dari pada kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dengan mempergunakan potensi sumber-sumber secara sebaik mungkin untuk mencapai suatu tujuan dalam dimensi waktu tertentu dan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses administrasi. Kedua-duanya merupakan bagian dari satu proses, yaitu perencanaan atau administrasi pembangunan.
Selain perencanaan hal yang perlu ditegaskan kembali adalah implementasi. Sistem perencanaan dan implementasinya adalah masalah administrasi pembangunan. Perhatian yang lebih besar dari pada administrasi pembangunan ialah di bidang pelaksanaan rencana pembangunan. Telah diakui bahwa proses perencanaan tidak berhenti pada penyususnan suatu rencana tetapi dalam realisasi pelaksanaanya secara baik. Yang penting bukan saja tahap perencanaan tetapi juga pelaksanaan rencana. Implementasi daripada perencanaan tersebut perlu diintegrasikan didalam perencanaan pembangunan. Usaha itu dilaksanakan dengan menyusun suatu rencana perbaikan dan penyempurnaan administrasi, supaya pembangunan nasional secara berencana pun dapat terlaksana dengan baik. Berikut dimensi-dimensi dalam perencanaan administrasi pembagunan yang oprasionil adalah:
a.       Berorientasi untuk mencapai suatu tujuan.
b.      Berorientasi kepada pelaksanaannya.
c.       Pemilihan dari berbagai alternatif mengenai tujuan-tujuan mana yang lebih diinginkan serta perspektif waktu.
d.      Perencanaan harus merupakan suatu kegiatan kontinu dan terus menerus dari formulasi rencana dan pelaksanaannya.

3.      Penyempurnaan Administrasi untuk Pelaksanaan Pembangunan
Salah satu hambatan pokok terhadap kemampuan administrasi negara untuk mendukung tugas-tugas baru dalam pelaksanaan pembangunan adalah karena seringkali birokrasi pemerintah itu sendiri sebagai produk dari pada lingkungannya masih terkebelakang. Misalnya saja seperti : kemampuan pelaksanaan lebih ditujukan kepada segi “memerintah”, sikap yang legalities dalam pemecahan masalah dan tidak inovatif, orientasi terhadap senioritas dan status.
Perbaikan dan penyempurnaan administrasi negara dapat dilakukan dengan dua pendekatan:
a.       Usaha perbaikan dan penyempurnaan secara menyeluruh. Dalam hal ini, pendekatan ditekankan pada perbaikan dan penyempurnaan dengan konteks yang lebih luas yaitu mencakup seluruh bidang atau dengan kata lain tidak hanya bidang-bidang yang strategis saja.
b.      Perbaikan dan penyempurnaan administrasi yang dilakukan secara sebagian-sebagian. Dalam hal ini, pendekatan ditekankan pada perbaikan dan penyempurnaan pada bidang-bidang strategis, yang kemudian diharapkan dapat berkembang dan memperluas kepada bidang penyempurnaan administrasi negara lainnya.

4.      Pertimbangan Ekonomis Pelaksanaan Administrasi
Dalam pelaksanaan administrasi pembangunan, pertimbangan ekonomis perlu tetap menjadi dasar pertimbangan. Berikut adalah beberapa hambatan yang memerlukan/menjadi pertimbangan ekonomis dalam pelaksanaan administrasi :
a.       Tiadanya motif untung dan kemungkinan failit/bangkrut maka ada kecenderungan suatu operasi pemerintahan kurang efisien dibandingkan dengan suatu operasi swasta.
b.      Masih sering terdapat paternalism dan spoil politik maupun pribadi di dalam administrasi negara sehingga hal ini juga menyulitkan pembinaan efisiensi.
c.       Adanya gejala “empire building” yaitu suatu usaha untuk memperluas birokrasi yang sebetulnya mungkin tidak meningkatkan hasil.
d.      Berkembangnya prosedur-prosedur menjadi berbelit-belit dan panjang karena hendak memenuhi ketentuan berbagai badan administrasi secara tidak konsisten.

Sumber : Bintoro (LP3ES)

Sabtu, 09 Juni 2012

Sekilas Tentang SIM Internasional


SIM INTERNASIONAL

Dasar Penertiban SIM Internasional :
1.       Kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Vienna Conservation on Road Traffic tahun 1968 yang merupkan penyempurnaan dari Geneva Convention on Road Traffic tahun 1949 yang ssebelumnya Paris Convention on Motor Traffic tahun 1926.
2.       UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.       UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan, Pasal 85 ayat (5) Pemegang Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memperolrh Surat Izin Mengemudi Internasional yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indoesia.
4.       PP No. 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Persyaratan Pemohon :
1.       Mengisi formulir permohonan.
2.       Menunjukkan Kartu Tanda Penduduk bagi WNI, atau KITAP bagi WNA atau KITT dan surat rekomendasi dari kedutaan bagi WNA staf kedutaan, asli, sah, dan masih berlaku srta melampirkan foto copynya.
3.       Menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang masa berlakunya 5 tahun, asli, sah, dan masih berlaku serta melampirkan fotocopynya.
4.       Menunjukkan Paspor  asli, sah dan masih berlaku serta melampirkan fotocopynya.
5.       Menyerahkan pas poto warna terbaru tampak depan berpakaian rapih dan berkerah, ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar berlatar belakang biru.
6.       Membayar biaya administrasi Surat Izin Mengemudi Internasional.

Prosedur Penerbitan SIM Internasional :
1.       Pemohon dating langsung ke Korps Lalu Lintas Polri BidRegident Subbit Pengemudi bagian pelayanan SIM Internasional.
2.       Pemohon mendaftar pada petugas di Loket pendaftaran SIM Internasional.
3.       Kepada petugas pemohon menunjukkan KTP/ KIT/ KITAP/ SIM Nasional dan Paspor asli, sah yang masih berlaku serta menyerahkan foto copynya dan pas foto terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar berlatar belakang biru, khusus staf kedutaan melampirkan surat rekomendasi dari kedutaan.
4.       Petugas memeriksa persyaratan yang diajukan oleh pemohon.
5.       Setelah persyaratan yang diajukan sudah lengkap, kemudian pemohon diberikan formulir atau blangko registrasi “Permohonan SIM Internasional”.
6.       Formulir atau blangko registrasi yang telah diberikan petugas diisi dan ditanda tangani oleh pemohon diatas materai Rp. 6.000,- dan selanjutnya diserahkan petugas untuk dilakukan registrasi.
7.       Pemohon melaksanakan pembayaran administrasi SIM Internasional ke Benma sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) SIM Baru dan Rp. 225.000,- (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah) SIM Perpanjangan.
8.       Petugas Benma memberikan bukti pembayaran berupa kwitansi dan buku SIM Internasional yang masih kosong.
9.       Berkas SIM Internasional, kwitansi dan Buku SIM Internasional diserahkan ke operator untuk dilakukan entry data.
10.   Entry data selesai dan dilakukan konfirmasi ulang terhadap Nama, alamat dan lainnya, agar tidak terjadi kesalahan, selanjutnya dilakukan produksi/ pencetakan.
11.   Selesai produksi/ pencetakan dilakukan legalisasi (stempel dan emboss).
12.   Penyerahan SIM Internasional kepada pemohon oleh petugas.
13.   Pengarsipan berkas SIM Internasional.

Rabu, 06 Juni 2012

Reformasi Birokrasi


REFORMASI BIROKRASI
A.    Birokrasi dan Permasalahannya
Sebelum memulai pembahasan mengenai reformasi birokasi, terlebih dahulu kita harus memahami apa itu birokrasi. Salah satu dari sepuluh pola untuk memahami birokrasi menurut Jan-Erik Lane dalam tulisannya yang berjudul “ Introduction: The Concept of Bureaucracy” dalam Bureaucracy and Public Choice (1987:1-31) adalah professional administration (administrasi professional). Administrasi profesional merupakan pendekatan sosiologis yang memandang birokrasi sebagai sebuah bagian dari tipe organisasi. Referensi utamanya adalah tipe ideal birokrasi Max Weber yang memuat sejumlah unsur berikut:
·         Pembagian divisi pegawai yang terdefinisi secara jelas
·         Struktur otoritas impersonal
·         Memiliki jenjang hirarki
·         Bergantung pada aturan formal
·         Menggunakan sistem merit pada pegawai
·         Ketersediaan karir
·         Pemisahan jarak antara kehidupan sebagai anggota organisasi dan kehidupan pribadi.
Selain pendekatan administrasi profesional, kita juga dapat memahami birokrasi melalui pendekatan minimalis yang diperkenalkan oleh Brown dalam tulisannya Bureaucracy as an Issue in Thrid World Management: an African Case Study dalam Public Administration andf Development volume 9 (1989:65-80). Brown menyusun definisi birokrasi dengan mendasarkan asumsinya terhadap (bagaimana) birokrasi seharusnya bekerja pada (bagaimana) secara aktual mereka bekerja. Definisi yang kemudian dihasilkan dari pendekatan tersebut menyatakan bahwa birokrasi adalah sistem stratifikikasi hirarki pegawai dimana orang dipekerjakan untuk upah dan gaji.
Sedangkan tujuan penyediaan birokrasi pemerintahan sebagaimana diuraikan oleh Ripley dan Franklin (1982) adalah sebagai berikut:
·         Menyediakan sejumlah layanan sebagai hakikat dari tanggung jawab pemerintah
·         Memajukan kepentingan sektor ekonomi spesifik seperti pertanian, buruh atau segmen tertentu dari bisnis privat
·         Membuat regulasi atau berbagai aktivitas privat
·         Meredistribusikan sejumlah keuntungan seperti pendapatan, hak-hak, perawatan medis, dll.
Namun, secara faktual, birokrasi menghadapi sejumlah masalah yang kerap kali menjadi rintangan dalam pencapaian tujuan, diantaranya:
·         Proses pekerjaannya seringkali tidak dapat diperkirakan dan langkah yang diambil oleh Birokrasi juga terkesan lamban
·         Menunjukkan favorisitisme dalam perlakukannya terhadap klien tertentu dan diskriminasi pada yang lain
·         Mempekerjakan staff yang menunjukkan ketertarikan yang rendah terhadap standar profesional dan kualitas pelayanan program
·         Menciptakan timbunan kertas yang tidak berguna dan tidak mampu menyesuaikan diri secara relevan dengan perkembangan sosial
Selain masalah-masalah yang dikemukakan tersebut, masalah lainnya yang dihadapi oleh Birokrasi khususnya birokrasi di Negara dunia ketiga seperti di Indonesia adalah berkaitan dengan profesionalitas birokrasi. Mark Turner dan David Hulne dengan bukunya Governance, Administration, and Development (1997) menyatakan bahwa kemunculan permasalahan terhadap tingkatas profesionalitas birokrasi pada Negara dunia ketiga merupakan implikasi dari kolonialisme. Kolonialisme membangun paradigma birokrasi yang berorientasi pada pengawasan dan pengendalian masyarakat.
Birokrasi di Indonesia tak ubahnya seperti birokrasi-birokrasi pemerintah lain pada umumnya dimana mereka harus menghadapi keragu-raguan dari masyarakat. Alasannya, selain birokrasi masih dilingkupi dengan sejumlah masalah sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, birokrasi juga diyakini lemah dalam mengurus sejumlah kebutuhan publik yang ruang lingkupnya luas. Cara mengatasi permasalahan birokrasi di Indonesia yaitu kita perlu melihat track record reformasi birokrasi yang telah dilaksankan di Indonesia.
B.     Perjalanan Reformasi Birokrasi Indonesia dari Waktu ke Waktu
Reformasi birokrasi pertama kali dilaksanakan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada era pemerintahan Soekarno tepatnya pada tahun 1962 yaitu dengan dibentuknya Panitia Retooling Aparatur Negara. Panitia Retooling Aparatur Negara dibebani tugas untuk mengoptimalisasikan fungsi birokrasi dalam penyediaan pelayanan publik. Upaya tersebut menjadi kandas sebab intervensi politik pada saat itu terlalu mengkooptasi dalam birokrasi sehingga terjadi ketampakkan bias peran birokrasi yang mengemuka.
Selanjutnya pada era pemerintahan Soeharto tepatnya tahun 1966 melalui Keputusan Presidium Kabinet Ampera nomor tujuh puluh lima, dibentuk Tim Penertiban Aparatur dan Administrasi Pemerintahan atau yang dikenal dengan sebutan Tim PAAP. Dilanjutkan kemudian pada tahun 1974 melalui Kabinet Pembangunan I dengan  dibentuknya Kementrian Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara (Menpan) yang membidangi secara khusus pembenahan administrasi dan birokrasi di Indonesia.
Semasa orde baru, birokrasi di Indonesia berafiliasi dengan parati Golkar (Partai Mayoritas Tunggal di DPR) dan ditambah dengan militer. Sebagaian kalangan menyebutnya dengan istilah ABG (ABRI, Birokrasi dan Golkar). Bisa dibayangkan bagaimana Golkar dengan instrumen politik yang mapan saling bahu-membahu dengan Birokrasi yang menjadi gudang informasi sosial yang kemudian mendapat dukunagn dari kekuatan militer. Birokrasi memang luar biasa kuat pada saat Orde Baru, hampir bisa dikatakan 80% mereka mengandalkan aktivitas masyarakat.
Namun, kondisi antiklimaks kemudian muncul. Pada tahun 1977-an nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar. Situasi perekonomian yang selama ini menjadi pilar kekuatan orde baru menjadi tidak menentu arahnya. Hal inilah yang kemudian berakumulasi menjadi kekecewaan masyarakat khusunya kelompok mahasiswa kepada pemerintahan Soeharto. Oleh karenanya, pada tahun 1988, Reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan lengsenya Soeharto yang telah menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun. Semenjak itu pula Bangsa Indonesia memasuki sebuah orde yang baru yaitu orde Reformasi.
Namun, dalam kabinet-kabinet berikutnya seperti Kabinet Persatuan Nasional, Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Indonesia Bersatu upaya reformasi birokrasi belum juga menemui paripurna harapan publik. Berbagai kendala bermunculan muali dari hal-hal yang bersifat politis hingga pada hal-hal yang bersifat praktikal. Dan gelombang permasalahan tersebut menghantarkan kita hingga ke detik ini, tanpa eksistensi konstruksi solusi yang fundamental terhadap konstalasi permasalahn birokrasi di Indonesia.
C.    Redefinisi Reformasi Birokrasi
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Reformasi Birokrasi dimaknai sebagai penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah yang dijalankan aparatur pemerintah baik pada level pemerintahan lokal maupun nasional. Pendekatan reformasi birokrasi berdasarkan amandemen UUD 1945 merupakan pendekatan sistemik yang secara konseptual lebih mengutamakan komprehensi dibandingkan eksistensi. Beberapa rekomendasi berikut ini dapat dijadikan bahan acuan untuk melakukan Reformasi Birokrasi di Indonesia.
Aspek pertama yang perlu diperhitungkan dalam melakukan reformasi birokrasi adalah berkaitan dengan paradigma teoritikal kajian birokrasi yang lebih condong pada structural efeciency. Aspek kedua yang perlu diperhatikan adalah efek paska Pilkada dan Pilpres. Aspek ketiga adalah komitmen politik yang berlaku sama bagi siapa saja yang hendak terjun dalam rencana politik. Aspek keempat adalah perubahan kerangka pikir birokrat yang masih mewarisi nilai-nilai feodalisme dimana para birokrat masih berpikir bahwa tugas mereka adalah untuk mengendalikan dan mengawasi prilaku publik.
Selain itu pula, diuraikan bahwa terdapat sepuluh hal yang perlu direvisi pada pemerintahan dimasa mendatang, diantaranya sebagai berikut:
·         Steering rather than rowing (mengarahkan dibandingkan melayani). Hal ini berkaitan dengan cara kerja pemerintah yang terlalu mendominasi penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karenanya, dominasi tersebut perlu direduksi (kurangi) secara gradual (bertahap) untuk selanjunya diserahkan pada civil society.
·         Empowering rather than serving (memberdayakan daripada melayani). Artinya, pemerintah dituntut untuk melakukan pemberdayaan atau penguatan agar potensi masyarakat dapat tumbuh dan berkembang bukan hanya dilayani terus atau di(cekok)i.
·         Injecting competition into service delivery (menginfiltrasikan nuansa kompetisi dalam penyediaan layanan). Hal ini dimaksudkan agar institusi pemerintah lebih memperhatikan pada kualitas penyediaan layanan yang disediakan bukan sekedar kuantitasnya saja. Sehingga tercipta suasana yang kondusif dan terlepas dari warna korupsi dan nepotisme.
·         Transforming rule-driven organization (mentransformasikan aturan menjadi organisasi yang terdorong oleh misi). Artinya, organisasi pemerintah diharapkan memiliki inisiatif dan tidak kaku dengan aturan.
·         Funding Outcome not Input (perubahan orientasi dari masukan menuju hasil). Hal ini dimaksudkan agar institusi pemerintah berupaya secara baik untuk memaksimalkan input baik berupa anggaran maupun sumber daya lainnya menjadi hasil yang optimal.
·         Meeting the Needs of Customer not the bureaucracy (memenuhi kebutuhan pengguna layanan bukan birokrasi). Artinya, yang diutamakan dalam pelayanan adalah pemenuhan kebutuhan pelanggan. Birokrasi sebaiknya tidak memaksakan agar kepentingannya turut pula diakomodir dalam pelayanan tersebut.
·         Earing than spending (mencari daripada mengeluarkan). Hal ini dimaksudkan agar organisasi pemerintahan lebih mengupayakan mengakumulasi sumber daya daripada terus menerus menggunakannya. Bahkan dituntut lebih jauh lagi yakni kemampuan birokrasi untuk melakukan investasi dengan sumberdaya yang dimilikinya.
·         Prevention rather than than care (mencegah daripada mengobati). Artinya, birokrasi diharapkan mengupayakan berbagai upaya-upaya prevensi agar tidak terjadi dampak yang tidak diharapkan. Oleh karenanya, setiap aktivitas birokrasi harus memiliki kalkulasi yang baik terhadap kebijakan yang akan ditempuhnya. Sehingga birokrasi menghindarkan diri dari masalah bukan melakukan pemecahan masalah.
·         From Hierarchy to participation and team work (dari hirarki berubah menjadi partisipatif dan kerja sama dalam tim). Artinya membangun pemerintahan yang terdesentralisasi. Dengan demikian, maka akan terbangun birokrasi yang lebih terbuka terhadap partisipasi bawahaan dan mampu untuk saling bekerjasama bukan sebaliknya memelihara senioritas dan hirarki.
·         Leveraging change trough the market ( mendongkrak perubahan melalui pasar). Hal ini dimaksudkan agar pemerintah lebih berorientasi pada pasar untuk melakukan berbagai perubahan sehingga mereka mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.

D.    Pengaruh Political Will Pemerintah Terhadap Reformasi Birokrasi
Political Will pemerintah yang berkuasa dapat juga dijadikan tolak ukur untuk meninjau tingkat keseriusan dalam menjalankan reformasi birokrasi. Sejauh ini, berbagai kampanye calon presiden maupun kepala daerah di Indonesia lebih menonjolkan sisi pembenahan ekonomi melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat sedangkan reformasi birokrasi sama sekali tidak pernah dibicarakan dalam kampanye politik  mereka. Tidak ada satupun dari para kandidat yang menjanjikan reformasi administrasi, pembenahan budaya birokrasi atau simplifikasi procedural saat mengurus berbagai perizinan.  Oleh karenanya, tidak ada komitmen yang tegas terhadap pembenahan pemerintahan dari dalam. Hal ini merefleksikan bahwa masalah fundamental dalam tubuh bangsa Indonesia sebenarnya berada di lingkungan birokrasi pemerintahan.
E.     Dikotomi Politik-Administrasi
Muara reformasi birokrasi dalam konteks awalnya adalah optimalisasi penjaringan infilitrasi kepentingan politik dalam ranah adminstrasi dimana ranah administrasi merupakan lahan bagi birokrasi melakukan tugas utamanya yakni mengiplementasikan kebijakan. Artinya, proses politik cukup terjadi pada saat perumusan kebijakan hingga kebijakan tersebut disepakati. Setelah itu, biarkan Administrasi melalui instrumen birokrasinya menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
F.     Reformasi Birokrasi Melalui Revitalisasi Konsep Publik
Federickson menyatakan bahwa secara faktual proses politik dan administrasi sulit untuk dipisahkan. Oleh karenanya, titik kajian yang perlu dikembangkan tidak lagi berfokus pada dikotomi politik dan administrasi, melainkan bagaimana mengkreasi administrasi yang profesional yakni kemampuan birokrasi untuk tampil prima dalam memberikan pelayanan. Untuk menjawab tantangan tersebut, maka kita dapat menggunakan pendekatan revitalitas konsep publik yang ditawarkan oleh Federickson.
Sumber :
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pengeluaran Negara


PENGELUARAN NEGARA
A.    Pengertian Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara diartikan sabagai pengeluaran pemerintah dalam arti yang seluas-luasnya, tergantung pada macam dan sifat dari pengeluaran pemerintah tersebut. Pengeluaran negara merupakan pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatan pada suatu negara dalam rangka menjalankan fungsinya mewujudkan kesejahteraan rakyat.
B.     Klasifikasi Pengeluaran Negara
Pengeluaran negara sangat bervariasi, namun secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam:
1)      Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa mendatang.
2)      Pengeluaran yang langsung memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
3)      Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap pengeluaran masa mendatang.
4)      Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan menyebarkan daya beli yang lebih luas.
Pengeluaran negara juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, antara lain:
1)      Pengeluaran negara yang bersifat self-liquidating (yang mampu memberikan keuntungan), yakni pengeluaran negara yang berupa pemberian jasa kepada masyarakat, sehingga nantinya akan mendapat pembayaran kembali dari masyarakat dari barang atau jasa yang diberikan BUMN kepada masyarakat. Ini berarti dengan adanya BUMN, maka negara harus mengeluarkan biaya tetapi nantinya akan mendapat hasil juga.
2)      Pengeluaran negara yang bersifat reproduktif, yaitu pengeluaran negara yang berakibat masyarakat dapat melakukan usaha dan meningkatkan penghasilannya. Dilain pihak pemerintah akan menerima pendapatan juga misalnya dari retribusi dan pajak dari masyarakat.
3)      Pengeluaran uang negara tidak produktif, misalnya pengeluaran untuk membuat monumen yang tidak menghasilkan pemasukan kembali. Pengeluaran untuk membiayai peperangan atau menumpas pemberontakan, dan lain-lain.
4)      Pengeluaran untuk penghematan masa mendatang, misalnya untuk penyantunan anak yatim, kalau dimulai sejak dini biayanya lebih ringan daripada kalau terlambat.
Salah satu wujud dari pengeluaran negara adalah pemberian subsidi. Pemberian subsidi diberikan ke dalam dua hal, yaitu: subsidi yang berupa uang dan subsidi yang berupa barang dengan harga yang lebih rendah, di mana konsumen dapat membeli barang-barang tertentu dengan harga yang lebih rendah daripada harga biasanya. Misalnya pegawai negeri mendapat jatah beras dengan harga lebih rendah dengan pemotongan gaji.
C.    Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro dan teori mikro.
1.    Teori Makro
Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, antara lain:
a)      Model Pembangunan Tentang Pengeluaran Pembangunan
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas ya g lebih baik. Disamping itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit (complicated).
Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana kepengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.
b)      Hukum Wagner
Berdasarkan pengamatan empiris dari Negara-negara maju seperti USA, German, Jepang), Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintahpun akan meningkat.
Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Tetapi Wagner mendasarkan pandangannya dengan teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarkat lainnya.
Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut:
Pk PP1               PkPP2              …….                PkPPn          
PPK1                 PPK2                                           PPKn
Dimana: PkPP adalah Pengeluaran Pemerintah Perkapita
               PPK adalah Pendapatan Perkapita (GDP/jumlah penduduk)
               1, 2, …. n adalah jangka waktu (tahun)

c)      Teori Peacock dan Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman mendasarkan teorinya pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak.
Teori Peacock dan Wiseman dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semankin meningkat.
·         Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat, dan pemerintah menaikkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dan swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.
·         Naik-turunnya pengeluaran pemerintah yang disebabkan oleh gangguan sosial seperti perang ataupun gangguan sosial lainnya seperti efek inspeksi (inspection effect) yang timbul karena masyarakat sadar akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah setelah selesainya gangguan sosial tersebut.
2.    Teori Mikro
Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain.
Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan  sebagai berikut:
a.       Penentuan Permintaan
Ui = f (G, X)
Dimana: G adalah vektor dari barang public
               X adalah individu ; i = 1, ….., m
               U adalah fungsi utilitas
Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa factor di bawah ini:
Ø  Perubahan permintaan akan barang publik.
Ø  Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
Ø  Perubahan kualitas barang publik.
Ø   Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi.
b.      Penentuan Tingkat Output
Barang dan jasa publik disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh politisi yang memilih jumlah barang/jasa yang dihasilkan. Disamping itu, para politisi juga menentukan jumlah jumlah pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat untuk membiayai barang/jasa publik tersebut dalam menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Fungsi utilitas para politisi adalah sebagai berikut:
Up = g (X, G, S)
Dimana: Up adalah fungsi utilitas
              S adalah keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau      perangkat/kedudukan.
              G adalah vektor barang public
              X adalah vektor barang swasta   
sumber :
Basri, Zainul Yuswar & Mulyadi Subri. 2005. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.